oleh: Dini Sutanto
Suatu hari saya berbelanja di toko Netto dekat rumah saya, saya bersenggolan dengan seseorang yang tidak saya kenal ketika ia lewat. „Oh, maafkan saya“ adalah reaksi saya. Ia berkata, „Maafkan saya juga, saya tidak melihat anda“. Kami saling tersenyum ramah, akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.
Dengan barang belanjaan, saya kembali tiba di rumah. Saya segera menyiapkan makan malam di dapur, ketika anak perempuan saya berdiri diam-diam di samping saya. Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. „Minggir,“ kata saya dengan suara keras. Tanpa berkata, ia pergi meninggalkan saya. Sesaat kemudian, saya baru menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya, pasti hati kecilnya hancur. Tapi sudah terlambat. Tanpa berkata apa-apa, anak saya segera keluar dari dapur dan membiarkan saya sendiri dengan perasaan yang tidak karuan.
Untuk menenangkan hati saya, saya masuk ke kamar tidur, saya berbaring sesaat di tempat tidur, ketika saya mendengar, suara halus yang sedang berbicara pada saya. Suara Tuhan dalam hati saya. „Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kamu kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi kepada anak sendiri, yang kamu kasihi, sepertinya etika kesopanan terlupakan, bahkan kamu perlakukan dengan seenaknya“.
Segera saya bangkit dan mencari anak saya untuk meminta maaf atas perlakuan saya kepadanya, yang pastinya menyakitkan hatinya. Ketika saya berjalan menuju ke kamarnya dengan melewati ruang dapur, saya melihat beberapa kuntum bunga di dekat pintu dapur. Ternyata, begitu ia keluar dari dapur, dan ketika saya berada di kamar tidur, diam-diam anak saya pergi ke belakang rumah untuk memetik bunga, yang beraneka ragam warnanya, dan meletakkannya di lantai dekat pintu dapur. Seketika itu juga saya merasa malu, dan meneteslah air mata saya. Tampaknya supaya tidak menggagalkan kejutan yang ia lakukan buat saya, ditinggalkannya bunga-bunga yang ia petik di lantai. Hati-hati saya ambil bunga-bunga tersebut dan dengan perlahan saya pergi ke kamar anak saya dan menghampiri anak saya yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Saya berlutut di dekatnya di tepian tempat tidurnya dan saya melihat matanya basah. „Bangun, nak, bangun“ kata saya. Apakah bunga-bunga ini kamu petik untuk ibu?“ sambil saya tunjukkan bunga-bunga yang ada dalam genggaman saya. Ia tersenyum, sambil berkata…“Aku temukan bunga-bunga itu jatuh dari pohon…aku mengambilnya karena mereka cantik seperti ibu…aku tahu ibu akan menyukainya….. terutama yang berwarna biru…“
Selamat Hari Ibu
Dengan suara bergetar, saya berkata, ” Anakku, ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu…ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi.“
Anak saya berkata, „Oh, ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.“……Dengan rangkulan penuh kasih, saya pun membalas, „ Anakku, aku mencintaimu juga dan terimakasih, aku menyukai bunga-bunga yang kau petik itu, apalagi yang warna biru.“ Akhirnya kami berangkulan dan bertangisan…..tangis bahagia….
Dengan kejadian yang sudah saya alami di atas, timbul dalam pikiran saya, jika kita suatu saat di panggil Tuhan menghadapNya, betapa mudahnya perusahaan di mana kita bekerja saat ini menemukan pengganti kita dalam hitungan hari saja. Tetapi…keluarga yang kita tinggalkan, pasti akan merasakan kehilangan kita selamanya.Hanya dengan hikmat dari Tuhan, kiranya kita dapat dimampukan untuk lebih bijaksana dalam bersikap, terlebih terhadap mereka keluarga kita yang kita sangat kasihi.
Saya jadi teringat, permainan huruf yang pernah saya dapatkan, ketika saya masih di sekolah minggu, yaitu apa arti kata KELUARGA, yang dalam bahasa Inggris FAMILY. à FAMILY = (F)ather (A)nd (M)other; (I), (L)ove, (Y)ou. Buat Ibuku……..terimakasih Ibu….buat semua yang kau berikan….(walaupun dengan keterbatasan yang ada)…..terlebih sudah mengenalkanku dengan Tuhanku yang penuh kasih…sembah cium dari anakmu di tempat yang jauh… Mother, I Love You….
SELAMAT HARI IBU, 12 Mei 2013